PERSENTUHAN
ANTARA PENDIDIKANNASIONAL DENGAN KEPENTINGAN KAPITALISME
Revisi Mata
kuliah Politik Pendidikan di Indonesia
Dosen Pengampu Dr. Sembodo Ardi
Widodo M.Ag
Disusun Oleh:
Qiyadah Robbaniyah (1220411206)
PERSENTUHAN ANTARA PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN KEPENTINGAN KAPITALISME
PROGRAM
PASCASARJANA PRODI PENDIDIKAN ISLAM
KONSENTRASI
MANAJEMEN DAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN ISLAM
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2013
PENDAHULUAN
Problematika
mendasar dari bangsa Indonesia ini sebetulnya tidak terlepas dari beberapa
masalah seperti pendidikan, kemiskinan, kesejahteraan dan pekerjaan. Dan semua
permasalahan tertsebut pada akhirnya bermuara pada satu poros yaitu ekonomi.
Hal tersebut tidak terlepas dari tingkat kepentingan keempat permasalahan
tersebut dalam kehidupan manusia, bahkan tak ayal hal yang mendasar itu
dijadikan sebuah landasan teori bagi para politikus dalam mencapai tujuannya
dalam berpolitik dengan mengobral janji terkait dengan solving dari
permasalahan yang mendasar itu. Pendidikan salah satu pondasi terbentuknya
idiologi bangsa seharusnya bisa dijadikan penawar dari problematika yang ada
Tujuan pendidikan nasional dalam UU SISDIKNAS,
sebenarnya tidak ada yang salah. Namun pada implementasinya tidak dapat
disangkal bahwa masih jauh dari tujuan pendidikan nasional. Hal ini perlu
dilihat hambatan yang menjadi penghambat penyelenggaraan pendidikan disatuan
pendidikan, sehingga pendekatan penyelesaiannya dapat terarah dan strategis
dalam penyelesain masalah dalam pendidikan.
Salah satu tantangan dari pendidikan nasional
adalah bertemunya berbagai macam kepentingan dari berbagai pihak salah satunya
adalah kepentinga kapitalisme.
Dalam makalah ini penulis mengaitkan antara pendidikan
nasional yang telah di tuangkan dalam UUD dengan kepentingan kapitalisme yang
telah menyebar dewasa ini.
PEMBAHASAN
PENDIDIKAN NASIONAL
Makna pendidikan secara sederhana dapat
diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan
nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaannya. Dengan demikian,
bagaimanapun sederhananya peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau
berlangsung suatu proses pendidikan. Karena itulah sering dinyatakan pendidikan
telah ada sepanjang peradaban umat manusia. Pendidikan pada hakikatnya
merupakan usaha manusia melestarikan hidupnya.
Dalam salah satu alinea Undang-undang Republik
Indonesia nomor 20 tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional pasal 3 Bab
II mengenai Dasar, fungsi dan tujuan Pendidikan disebutkan jika pendidikan
nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab[1].
Selaras dengan apa yang pernah disampaikan oleh
Dra. Endang Lestari, M.Pd seorang pengamat pendidikan nasional, bahwa
pendidikan adalah tentang sebuah proses untuk menciptakan manusia yang
berkarakter, unggul dan memiliki dimensi moral dan akhlak yang kuat atau long
life education. Mengenai cita-cita pun telah dipertegas secara fundamental
oleh alinea Pembukaan UUD 1945 pada upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dilihat dari segi fungsi dan kedudukan pendidikan sebagai sumber pembentukan
sumber daya manusia yang unggul.
Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian
proses pengubahan dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perluasan,
dan cara mendidik. Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai upaya
untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan
kesempurnaan hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan
masyarakatnya.
Lembaga-lembaga resmi yang mengelola dan bertangung jawab atas politik
pendidikan nasional dari atas sampai bawah adalah eksekutif (presiden);
legislatif (parlemen, kementrian, atau departemen pendidikan pusat); pengatur
tingkat pusat(provinsi dan kabupaten); pengatur tingkat daerah(kecamatan dan
desa); pengatur wilayah paling kecila(kepala sekolah, guru, sekolah, dan
pelaksana pendidikan)
Sementara,
produk hukum atau undang-undang yang mengelola dan mengatur jalannya politik
pendidikan adalah UUD 45, UU Sisdiknas 2003, UU Otonomi Daerah dan Perda, Kepres,
Inpres, Peraturan Pemerintah, Permen, Kepmen.
Bentuk
pelaksanaan dasar dari tujuan diadakanya pendidikan nasional juga bisa kita
lihat melihat bagaiama pemerintah membuat jenis dan jenjangnya, dari pendidikan
dasar sampai pendidikan tinggi, dari pendidikan formal, non-formal, informal,
pendidikan kediknasan, maupun sekolah luar biasa atau pendidikan terbuka.
Pemerintah juga membuat kurikulum nasional, pemerataan, dan peningkatan
kualitas pendidikan melalui kebijakan UAN dan program wajib belajar 9 tahun,
meningkatkan partisipasi masyarakat, mengatur pembentukan dewan pendidikan, dan
komite sekolah. Pemerintah juga mengadakan desentraslisasi pendidikan, otonomi
pendidikan tinggi, dan mengupayakan pendidikan nasional 20% dari APBN dan APBD.
Ketika
dasar, tujuan, dan pelaksanaan diadakannya pendidikan nasional sudah
terumuskan, di dalam pelaksanaanya tentu akan ditemui aral atau hambatan.
Hambatan tersebut penulis bagi menjadi dua yaitu: hambatan eksternal dan
internal. hambatan eksternal adalah kondisi-kondisi yang meliputi dan
memberikan pengaruh atas kondisi pendidikan nasional, sementara hambatan
internal adalah kondisi nyata pendidikan yang menjadi sumber permasalahan atau
yang menjadi masalah pendidikan dari dalam[2].
DASAR
SISTEM KAPITALISME
Sebelum membahas tentang Kapitalisme, sebelumnya akan
menjelaskan dulu tentang individualisme. karena keduanya memiliki ciri yang
sama.yaitu tentang kepemilikan pribadi.karena secara historis perkembangan
kapitalisme merupakan bagian dari gerakan individualisme. Individualisme
adalah Perorangan yang memiliki kedudukan utama dan kepentingan merupakan
urusan yang tertinggi, Kapital berasal dari kata Latin caput yang berarti
“kepala”,kehidupan,kesejahteraan. Kapitalisme merupakan sebuah paham ekonomi
yang bertujuan untuk mendapatkan sebesar-besarnya keuntungan dan modal
(kapital).
Kapitalisme dapat pula
diartikan sebagai susunan ekonomi yang berpusat pada keuntungan perseorangan.
Pada paham kapitalisme uang atau modal memegang peran penting dalam pelaksanaan
politik atau kebijakan kapitalisme. Menurut Istilah Kapitalisme adalah system
perekonomian yang alat produksinya dan distribusi dimiliki secara pribadi dan
dijalankan untuk memperoleh keuntungan, dengan ciri persaingan dalam pasar
bebas. Ebenstein (1994) menyebut kapitalisme sebagai sistem sosial yang
menyeluruh, lebih dari sekedar sistem perekonomian. Ia mengaitkan perkembangan
kapitalisme sebagai bagian dari gerakan individualism. Max Weber mendefinisikan
kapitalisme sebagai ”hadirnya pembagian industry bagi kebutuhan-kebutuhan
kelompok manusia dimanapun yang dilaksanakan dengan metode perusahaan”dan Weber
menggunakan semangat kapitalisme untuk menggambarkan sikap mental untuk mencari
keuntungan secara rasional dan sistematis[3]
Dalam definisi ini
kapitalisme memiliki definisi yang konstruktif-humanis karena setiap orang
pasti memiliki keinginan dasar untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dalam
hidup sehari-hari. Kapitalisme dapat dipahami sebagai suatu ideologi yang
mengagungkan kapital milik perorangan atau milik sekelompok kecil masyarakat
sebagai alat penggerak kesejahteraan manusia. Kepemilikan kapital perorangan
atau kepemilikan capital oleh sekelompok kecil masyarakat adalah dewa di
atas segala dewa, artinya semua yang ada di dunia ini harus dijadikan
kapital perorangan atau kelompok kecil orang untuk memperoleh keuntungan
melalui sistem kerja upahan, di mana kaum perkerja (buruh) sebagai produsen ditindas,
diperas dan dihisap oleh kaum kapitalis[4]
Kapitalisme adalah sistem perekonomian yang
memberikan kebebasan secara penuh kepada setiap orang untuk melaksanakan
kegiatan perekonomian seperti memproduksi barang, menjual barang, menyalurkan
barang dan lain sebagainya. Dalam sistem ini pemerintah bisa turut ambil bagian
untuk memastikan kelancaran dan keberlangsungan kegiatan perekonomian yang
berjalan, tetapi bisa juga pemerintah tidak ikut campur dalam ekonomi.
Dalam perekonomian kapitalis setiap warga dapat
mengatur nasibnya sendiri sesuai dengan kemampuannya. Semua orang bebas
bersaing dalam bisnis untuk memperoleh laba sebesar-besarnya. Semua orang bebas
malakukan kompetisi untuk memenangkan persaingan bebas dengan berbagai cara. [5]
Maka
kapitalisme sebagai ideology merupakan pemikiran yang mendasar yang melahirkan
konsep kehidupan. Pemikiran mendasar pada kapitalisme adalah menjadikan
sekulerisme sebagai asas kehidupan, materi sebagai tujuan kehidupan, serta
manfaat sebagai ukuran kehidupan (standar benar dan salah).
PENDIDIKAN
NASIONAL DENGAN SISTEM KAPITALISME
Kapitalisme kini telah menyentuh
wilayah pendidikan nasional. Munculnya dikotomi Sekolah Berstandar
Internasiaonal (SBI) dan sekolah biasa merupakan pengejawantahan semangat kapitalis dalam dunia pendidikan. Tidak dipungkiri, akan muncul
kelas-kelas sosial sebagai bias ‘penerapan’ ide kapitalis dalam dunia
pendidikan. Kelas sosial karena system pendidikan yang berbasis modal dan
menyampingkan kecerdasan.
Contoh sederhana, jika dikota anda
ada sekolah ber-SBI atau minimal masih Rintisan Standar Internasiona (RSBI)
yang bersebelahan dengan sekolah biasa, anda pasti menyaksikan fenomena
memprihatinkan. Betapa kesenjangan sosial kelihatan sangat nyata dan menjadi
pemandangan lumrah. Halaman parkir sekolah ber-SBI dipastikan penuh dengan
mobil dan seluruh siswa masuk sekolah menenteng laptop. Sebaliknya di sekolah biasa, para siswa diantar dengan sepeda motor,
naik angkutan kota, bahkan jalan kaki. Jarang sekali yang menenteng laptop atau membawa ponsel pun seharga ratusan ribu. Kesenjangan kenyataan ini
merupakan pengejawantahan gagasan kapitalisme dalam dunia pendidikan.
Perbedaan menyolok performance siswa
dan pengajar antara sekolah berstandar internasional dan sekolah biasa
mengindikasikan munculnya kelas sosial dalam masyarakat pendidikan. Sebuah
kelas sosial sebagai akibat system pendidikan yang berbasis modal dan
meletakkan kemampuan atau kecerdasan adalah efek dari kekuatan modal.
Dalam system pendidikan nasional,
kecerdasan bisa dicapai apabila ditunjang
lengkap (berteknologi tinggi). Dengan teknologi yang memadai, maka
proses belajar akan berlangsung dengan baik. Logika seperti inilah yang menjadi
landasan kegiatan belajat mengajar dalam system pendidikan kita. Lantas
bagaimana dengan siswa yang tidak mamapu ‘membeli’ segala fasilitas mahal
tersebut.
Semestinya konsep SBI dan Non SBI
ditinjau ulang. Sesuai amanat UUD 1945 bahwa setiap warga Negara berhak
mendapat pengajaran. Pemerataan pendidikan harus dirasakan oleh seluru
masyarakat Indonesia. Kenyataanya dalam sisitem pendidikan kita mereka yang
memiliki modal akan menikmati fasilitas pendidikan yang mewah. Sedangkan yang
kurang beruntung hanya bisa menikmati sekolah biasa dengan fasilitas seperti
seadanya[6].
Ketika
budaya membentuk watak manusia yang justru mengarah pada kontradiksi kebudayaan,
maka pendidikan harus menempatkan dirinya sebagai kekuatan counter-hegemony semakin
terhadap dominasi.Pendidikan adalah ajang pertarungan ideologis dimana tujuan
pendidikan saat ini berbenturan dengan kepentingan yang lain. Lembaga
pendidikan adalah wilayah di mana kesadaran diperebutkan oleh kepentingan
berbagai pihak [7]
Maka
pendidikan yang dibangun oleh ideology ini tidak terlepas dari konsep-konsep
dasar tersebut. Dalam pendidikan kapitalisme, sekulerisme dijadikan sebagai asas
dalam pembentukan kurikulum. Peran agama telah tereduksi, hanya diperkenankan
pada wilayah privat dan tidak ada ruang bagi wilayah publik. Pada wilayah
publik, ukuran (nilai) benar dan salah ditentukan oleh manusia berdasarkan
manfaat menurut pandangan manusia. Materi dijadikan sebagai tujuan kehidupan
dan standar kemuliaan/ketinggian derajat seseorang.
Peserta
didik dididik dan ditanamkan dengan konsep-konsep ini di dalam kehidupannya,
mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Sehingga secara tidak
sadar, bagi masyarakat yang tidak memiliki filter ideology,
sekulerisme-materialisme telah menjadi pola pikir dan sikap individu-individu
masyarakat. Ilmu pengetahuan dan kemampuan/keahlian yang diperoleh di institusi
pendidikan, kelak harus berimplikasi terhadap perolehan materi semata
(menghasilkan keuntungan materi).
Cara pandang inilah yang pada akhirnya membuat
generasi yang dididik oleh pendidikan kapitalisme menjadi generasi yang
pragmatis. Pola pikir mereka pada akhirnya terbiasa menjadikan manfaat sebagai
standar, berpikir instans (tidak mau berpikir yang rumit), dan melakukan
kompromi antara idealisme dengan realitas. Hal ini memang tidak terlepas dari
pemahaman kapitalis yang ada pada masyarakat saat ini. Cita-cita luhur
pendidikan yang begitu luhur, saat ini telah terabaikan oleh masyarakat. Keinginan
untuk melahirkan individu yang memiliki kematangan kepribadian dan kemandirian,
kecerdasan intelektua serta memiliki keterampilan, tereduksi sedemikian
rendahnya. Pendidikan pada akhirnya dilihat oleh masyarakat dari cara pandang
materialisme dan kapitalisme. Indikator yang dapat terbaca pada masyarakat
adalah motivasi masyarakat untuk mengikuti pendidikan. Motivasi tersebut
tereduksi pada motif untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dengan orientasi
penghasilan, bukan lagi berorientasi pengetahuan, kecerdasan dan kesadaran.
Saat ini orang masuk sekolah karena ingin dapat pekerjaan yang menghasilkan
materi
Paradigma awal
Paradigma
Pendidikan pada Masyarakat Kapitalis
Akibatnya
sekolah adalah tempat untuk mendapatkan ijazah, karena ijazah adalah syarat
utama untuk mendapatkan pekerjaan. Hal ini berimplikasi pada sikap dan prilaku,
baik masyarakat maupun peserta didik yang rela melakukan apa saja demi
mendapatkan ijazah. Tradisi menyontek, plagiat,menyuap, membayar ijazah,
membayar skripsi, dan lain-lain, lahir dari paradigma materialisme ini. Awalnya
sekolah adalah tempat menuntut ilmu, tetapi sekarang sekolah adalah tempat
mendapat ijazah.
Cara
pandang ini juga berpengaruh pada pemilihan masyarakat terhadap jurusan-jurusan
(program) studi yang diminati atau yang dipilih. Program studi yang dianggap
berhubungan dengan dunia industrilah yang banyak dipilih, seperti teknik,
kedokteran, komputer, dan lain-lain. Sementara program-program studi ilmu
humainora menjadi jarang untuk dipilih. Untuk tingkat SMU, jurusan IPA menjadi
kebanggan seolah-olah merupakan jaminan masa depan.
Oleh karena itu, pada masyarakat kapitalis
saat ini, kita akan kesulitan untuk menemukan output pendidikan yang
benar-benar memiliki kesadaran atas arti pentingnya pengetahuan yang memiliki kesadaran
kritis atas realitas, yang memiliki kepekaan Humanity dan rasa solidaritas yang
tinggi. Yang ada adalah output yang memiliki sikap individual yang tinggi,
tidak matang dalam pengetahuan dan tidak memahami makna hidup. Dan yang lebih
parahnya lagi, arah kehidupan tidak lagi disandarkan pada kebenaran, melainkan
disandarkan kepada perolehan materi (manfaat) individu. Semua ini terjadi tentu
tidak terlepas dari kebijakan politik dan ekonomi yang diterapkan oleh bangsa
tersebut[8].
Budaya pasar bebas telah melahirkan paham mengejar kesenangan hidup
(hedonimes), dan memunculkan (baca: menyemarakkan) aktivitas-aktivitas
dikalangan mahasiswa yang menjauhi kegiatan ilmiah-akademik.[9]
Mahasiswa hanya dicetak untuk membeli, dan tidak untuk berproduksi terutama
dalam hal makna berpikir dan berkreasi untuk menyelesaikan masalah masyarakat.
Menurut
Mujiyanto (2010), Ada beberapa dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya
kapitalisme pendidikan ini. Kebanyakan dampak yang ditimbulkan adalah dampak
negatif yaitu sebagai berikut:
1.
Masyarakat
semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial-ekonomi.
Hal
ini terjadi karena pendidikan yang berkualitas hanya bisa dinikmati oleh
sekelompok masyarakat dengan pendapatan menengah ke atas. Untuk masyarakat dengan
pendapatan menengah ke bawah kurang bisa mengakses
pendidikan tersebut.
2.
Indonesia
juga akan tetap berada dalam kapitalisme global.
Indonesia
akan tetap berada dalam sistem kapitalis global pada berbagai sektor kehidupan
terutama dalam sistem perekonomiannya. Hal ini sudah terbukti, bahwa
kapitalisme tidak hanya berlaku pada sistem perekonomian, namun dalam sistem
pendidikan pun saat ini sudah terpengaruh oleh kapitalisme
3.
Dalam
sistem kapitalis, negara hanya sebagi regulator/ fasilitator
Pada
sistem kapitalis ini, peran negara hanya sebagai regulator/ fasilitator. Yang
berperan aktif dalam sistem pendidikan adalah pihak swasta, sehingga muncul
otonomi-otonomi kampus atau sekolah yang intinya semakin membuat negara tidak
ikut campur tangan terhadap sekolah pendidikan. Hal tersebut berakibat
bahwa sekolah harus kreatif dalam mencari dana bila ingin tetap bertahan.
Mulai dari membuka bisnis hingga menaikan biaya pendidikan, sehingga pendidikan
memang benar-benar dikomersilkan dan sulit dijangkau masyarakat yang kurang
mampu.
4.
Pendidikan
hanya bisa diakses golongan menengah ke atas.
Biaya
pendidikan yang semakin mahal mengakibatkan pendidikan hanya diperuntukan bagi
masyarakat yang mampu sedangkan bagi warga yang kurang mampu merasa kesulitan
dalam memperoleh pendidikan.
5.
Praktik
KKN semakin merajalela.
Biaya
pendidikan yang semakin mahal membuat para orangtua yang memiliki penghasilan
tinggi akan memasukan anaknya dengan memberikan sumbangan uang pendidikan
dengan jumlah yang sangat besar meskipun kecerdasan dari peserta didik tersebut
sangatlah kurang. Sehingga nantinya, uang akan dijadikan patokan lolos atau
tidaknya calon siswa baru diterima di sebuah lembaga pendidikan.
6.
Kapitalisme
pendidikan bertentangan dengan tradisi manusia.
Sistem
kapitalis ini bertentangan dalam hal visi pendidikan yang seharusnya startegi
untuk eksistensi manusia juga untuk menciptakan keadilan sosial, wahana untuk
memanusiakan manusia serta wahana untuk pembebasan manusia, diganti oleh suatu
visi yang meletakkan pendidikan sebagai komoditi.
Segi Positif Kapitalisme
Kebaikan system
kapitalis bagi Indonesia adalah memungkinkan Indonesia untuk mendapatkan
suntikan dana investasi dari Negara kapitalis. Investasi ini sangat
menguntungkan karena kita secara financial tidak dirugikan oleh investasi para
kapitalis ini, jadi mereka memberikan uang (investasi) untuk dikelola oleh
kita. Kalo ternyata kita bisa menggunakan uang tersebut dengan baik dan
memperoleh laba, kita bagi-bagi uang labanya dengan si kapitalis tersebut (bagi
hasil).
Kalau ternyata kita
merugi, artinya uang investasi habis tapi tidak mendapatkan laba, maka si
kapitalis akan menarik uangnya yang tersisa. Jadi sebenernya dengan adanya
kapitalis itu menanamkan investasi di Indonesia, kita punya kesempatan gratis
untuk membangun bisnis tanpa resiko[10].
Dan juga bagi
pemilik modal atau yang memiliki kompetensi untuk bersaing. Akan memberikan
ruang dan pasar serta peluang usaha semakin luas dengan konsep bordeless
maka kesempatan mengembangkan usaha akan semakin terbuka lebar, dengan catatan
ini hanya berlaku bagi mereka yang memiliki kompetensi[11]
Dari
dampak-dampak yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa dampak akibat
penerapan kapitalisme dalam sistem pendidikan di Indonesia menyebabkan
pemerataan pendidikan kurang merata, karena masih banyak warga yang belum bisa
mengakses dan mendapatkan pendidikan. Hal tersebut dikarenakan semakin mahalnya
biaya pendidikan yang tidak dapat dijangkau oleh sebagian kalangan masyarakat[12]
.
ISU KAPITALISME DALAM
PENDIDIKAN NASIONAL
Penyelenggaraan
pendidikan tidak terlepas dari kebijakan politik dan ekonomi suatu bangsa. Dan
kondisinya, kebijakan politik dan ekonomi saat ini dibangun berdasarkan pada
konsep kapitalisme. Di dalam kebijakan ekonomi kapitalis yang terkait dengan
pendidikan, bahwasanya pendidikan adalah sebuah jasa yang memiliki nilai guna
(manfaat). Hal ini karena pendidikan adalah jasa yang dibutuhkan oleh manusia. Selain
memiliki nilai guna, jasa pendidikan juga memiliki nilai tukar. Sehingga
seseorang yang bisa memberikan jasa pendidikan berupa ilmu pengetahuan atau
keterlampilan dapat ditukar dengan upah(kompensasi) berupa materi. Dengan kata
lain, kapitalisme memang telah memandang pendidikan sebagai suatu komoditas
ekonomi. Oleh karena pendidikan sebagai komoditas ekonomi, dan ekonomi di dalam
kapitalis menuntut adanya kebebasan, maka Negara tidak boleh campur tangan
terhadap pelaksanaan pendidikan. Biarkan pasar yang berperan sepenuhnya
sehingga sektor jasa pendidikan ini nantinya dapat berkontribusi pada pertumbuhan
ekonomi. Bahkan yang lebih parahnya lagi, pasar akan menjadikan sektor
pendidikan sebagai pabrik untuk menghasilkan tenaga kerja yang murah. Dengan
kata lain, pendidikan diarahkan oleh para kapital dengan tujuan semata-mata
untuk kepentinganekonomi (keuntungan) mereka. Hal ini terlihat jelas dengan
adanya proses industrialisasi terhadap pendidikan. Proses industrialisasi
pendidikan dapat dilihat/dipahami dalam dua pengertian, yaitu: (1). Pendidikan
dijadikan layaknya industri yang menghasilkan uang dan keuntungan yang
berlipat-lipat (2). Sistem pendidikan yang diformat sedemikan rupa (oleh
skenario kapitalisme) untuk menyiapkan peserta didik agar mampu beradaptasi
dengan dunia industri-kapitalis.
Dalam sejarahnya,
pendidikan di Indonesia merupakan dampak dari diberlakukannya politik
etis(1890) dengan konsepnya Trilogi Van De Venter (irigasi, edukasi, dan
emigrasi). Tujuannya adalah menciptakan pekerja-pekerja murah yang siap
dipekerjakan di pabrik-pabrik Pemerintah Kolonial Hindia Belanda dan
melancarkan proses eksploitasinya. Sejak Indonesia merdeka sampai sekarang
pemerintahtelah banyak melakukan uji coba kurikulum, dari Orde Lama (1947,
1952, dan 1964), Orde Baru (1968,1975, 1984, dan 1994), dan Reformasi (2004 dan
2006) dan sekarang diduga masih ada antrian sejumlah kurikulum untuk menunjang
pendidikannya, seperti kurikulum antikorupsi, kurikulum karakter bangsa, dan kurikulum
program pengurangan resiko bencana (PRB). Setiap pergantian presiden atau
menteri pendidikan, kurikulum pun ikut diganti dengan asumsi bahwa kurikulum
tersebut sudah tidak pas lagi untuk dijalankan. Akan tetapi dengan berubahnya
kurikulum, tetap saja tidak mampu mengatasi problem bangsa ini yang semakin
mempersempit kehidupan rakyatnya. Karena realitas yang sebenarnya dari gonta-gantinya
kurikulum tersebut adalah hanya sebagai alat untuk sampai pada tataran
internasionalisasi pendidikan, bukan untuk menghasilkan generasi yang mampu
menyelesaikan problem bangsa ini dan menjadikan bangsa ini mandiri. Artinya
bangsa ini telah terbawa pada permainan internasional yang
berlomba-lombamenjadikan institusi pendidikannya mendapatkan sertifikat ISO
(Organisasi Standar Internasional) dan masuk dalam jajaran world class
university untuk tingkat perguruan tinggi, atau internasional school untuk tingkat
sekolah. Dimana motivasi dari semua itu tidak lain adalah untuk kepentingan
kapital, yakni industri jasa pendidikan mereka, dan bukan untuk kepentingan
bangsa ini.Catatan politik lainnya, yakni pada masa Soeharto telah dikeluarkan
SK tentang NKK/BKK(Normalisasi Kegiatan Kampus/Badan Koordinasi Kampus) pada 19
April 1978 oleh menteri pendidikan Prof. Daoed Joesoef dan Pangkomkamtib
Soedomo pada tingkatan perguruan tinggi. Point-point dariNKK/BKK adalah absensi
75%, SKS, KKN, DO, cepat Lulus dan lainnya, seperti yang telah dijalankan sekarang.
Hakikat Serangkaian peraturan di atas merupakan upaya dominasi dan hegemoni
Negara melalui tangan birokrasi kampus agar mahasiswa berpikir dan bertindak
sesuai dengan kerangka yang sudah ditentukan (meredam kritisisme mahasiswa). Di
samping itu pembinaan ideologi mahasiswa dilakukan melalui pelajaran pancasila,
kewiraan, dan seluruh organisasi kemahasiswaan wajib menerima ideologi
pancasila sebagai ideologi satu-satunya.
Diturunkannya
SK tersebut merupakan peredam terhadap tuntutan mahasiswa pasca peristiwa
ASPRI, korupsi, pembangunan TMII, MALARI (Malapetaka Lima Belas Januari) pada
1974 dan lain sebagainya. Dari sini kita bisa melihat adanya arahan kebijakan
politik terhada ppendidikan untuk mengamankan kepentingan kelompok penguasa
atau pemilik kapital.
Berdasarkan hal di
atas, ketika pendidikan berkualitas internasional· tidak tersedia secara gratis
karena motivasinya memang untuk keuntungan ekonomi dan pengamanan hegemoni
kapitalisme, maka pada level masyarakat yang tidak memiliki kemampuan ekonomi
yang cukup, masyarakat akan diarahkan pada institusi pendidikan yang
menjanjikan kesempatan kerja untuk menopang kehidupannya, seperti Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK), lembaga-lembaga kursus, dan jurusan-jurusan praktis di
perguruan tinggi swastayang orientasinya keterampilan. Padahal inilah yang
diharapkan oleh pihak asing, agar keinginannya berjalan mulus tanpa ada yang
menghambat. Di satu sisi, mereka telah mendapatkan mahasiswa dengan daya
kekritisan yang telah tumpul akibat berbagai kekangan dan regulasi yang sangat
mengikatnya sehingga mereka bisa menguatkan cengkraman imperialismenya. Pada
sisi yang lain, mereka juga akan mendapatkan pasar tenaga kerja yang murah.
Hasilnya, proses hegemoni negara-negara maju untuk menguasai sumber daya alam
dan sumber daya manusia Indonesia telah terjadi dengan sangat halus.
SOLUSI ALTERNATIF DARI KAPITALISME
PENDIDIKAN NASIONAL
Dari
dampak-dampak tersebut ada beberapa solusi yang bisa diterapkan, guna untuk mengurangi
terjadinya penerapan kapitalisme pendidikan. Secara garis besar ada dua solusi
yang bisa diberikan yaitu:
1.
Solusi sistemik
Yaitu solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang
berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui bahwa sistem pendidikan
sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di
Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalis yang
berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam
urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.
Maka untuk solusi-solusi masalah yang ada khususnya
yang ada hubungannya dengan mahalnya biaya pendidikan, berarti yang harus
dirubah adalah sistem ekonominya. Karena kurang efektif jika kita menerapkan
sistem pendidikan islam dalam keadaan sistem ekonomi kapitalis saat ini. Maka
sistem kapitalisme saat ini wajib dihentikan dan diganti dengan sistem ekonomi
islam yang menyebutkan bahwa pemerintahlah yang akan menanggung segala
pembiayaan negara. Seperti yang tercantum pada Undang-undang dasar 1945 pasal
31 ayat 2 yang berbunyi “setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar
dan pemerintah wajib membiayainya”, begitu juga dengan Undang-undang nomor 20
tentang Undang-undang sistem pendidikan nasional (USPN) pasal 46 yang menyatakan
bahwa “pendanaan pendidikan menjadi tanggungjawab bersama pemerintah,
pemerintah daerah dan masyarakat”. Hal ini berarti bahwa sumber pendanaan atau
biaya pendidikan bukan hannya dibebankan kepada orangtua saja, namun juga
menjadi tanggungjawab pemerintah. Sehingga yang diharapkan dari sini adalah
bahwa pemerintah tidak hanya sekedar membuat peraturan ataupun
perundang-undangan, namun pemerintah juga harus bisa merealisasikan dan
mewujudkan hal tersebut.
2.
Solusi
teknis
Yaitu solusi untuk menyelesaikan berbagai permasalahan
internal dalam penyelenggaraan sistem pendidikan. Bahwa secara tegas,
pemerintah harus mempunyai komitmen untuk mengalokasikan dana pendidikan
nasional dalam jumlah yang memadai yang diperoleh dari hasil-hasil eksploitasi
sumber daya alam yang melimpah. Dengan adanya ketersediaan dana tersebut, maka
pemerintahakan dapat menyelesaikan permasalahan pendidikan dengan memberikan
pendidikan gratis kepada seluruh masyarakat pada usia sekolah dan yang belum
sekolah baik untuk tingkat pendidikan dasar (SD-SMP) maupun pendidikan menengah
(SMA)[13].
KESIMPULAN
Pendidikan
adalah suatu cara untuk menciptakan kualitas manusia. Manusia yang berkualitas
adalah manusia yang dapat mengunakan potensi fisik dan non-fisiknya untuk
melihat dan merespon lingkungan sosialnya. Semakin banyak manusia yang
berkualitas, dalam makna dapat melihat persoalan yang objektif dan itu kemudian
dijadikan landasan utama untuk mengatasi persoalan, semakin dapat dipastikan
bahwa masyarakat tersebut berjalan secara beradab.
Perseptif seperti
ini menjelaskan bahwa antara modal manusia ( human capital) dan modal
material sama dampaknya terhadapa pertembuhan ekonomi. Berbeda dengan
perspektif kapitalis dalam memandang hubungan antara kemajuan pendidikan dengan
pertembuhan ekonomi--dan bukan pemerataan, pespektif kapitalistik akan
mengarahkan pendidikan untuk menciptakan mesin-mesin pertumbuhan. Padahal yang
dibutuhkan sebenarnya adalah keberadaan manusia yang dapat melihat persoalaan
seacara komprehensif, objektif, toleran, dedikatif, dan aktif dalam kegiatan
keberadaanya.
Akan tetapi, di
bawah dominasi neo-liberalisme, upaya penciptaan kesadaraan masyarakat lebih
didorong pada suatu hal yang mengarah pada budaya konsumtivitisme dan bukan
kesadaran objektif. Liberalisme lebih diarahkan kepada kebebasan untuk
menghambur-hamburkan harta, mendidik generasi berwatak gila belanja(sophaholic)
yang identik dengan budaya imitatif, permisif, tidak produktif; dan bukannya
menjadi watak gila kerja(workaholic) yang identik dengan watak
produktif, kreatif, dan independen.[14]
Maka
Tiga kecendrungan utama dalam nalar kapitalistik adalah: pertama;
capaian pendidikan diarahkan untuk mempersiapkan kader terdidik untuk
dipersiapkan mengisi peran dan fungsi yang sudah disediakan sistem[15]. Maka desain dan hasil produk pendidikan tidak akan jauh dari
kepentingan dasar sistem. Kedua; pendidikan diarahkan tak lagi untuk
menyiapkan mereka yang kritis terhadap sistem dominan yang berjalan tetapi
membentuk mereka-mereka yang taat dan patuh terhadap kehendak kapitalistik. ketiga;
capaian yang tak kalah penting adalah menyiapkan kesadaran dan nilai hidup yang
simestris dengan kehendak sistem
Dalam
rangka kapitalisme, seorang terdidik menjadi dua peran sekaligus yakni sebagai
pekerja produksi(tenaga kerja) dan juga sebagai konsumen dalam pasar yang
disediakannya
Guna
untuk menanggulangi dampak-dampak yang terjadi akibat kapitalisme ini ada dua
solusi yang bisa digunakan yaitu solusi sistemik dan solusi teknis. Jika, kedua
solusi tersebut bisa dijalankan, maka pendidikan di Indonesia pun juga akan
semakin baik. Tidak hanya itu, diharapkan juga ada kerjasama dari
berbagai kalangan masyarakat terutama pihak swasta yang menggunakan sistem
kapitalis ini. jika negara ini semakin maju dan lebih baik terutama dalam hal
pendidikannya, maka seharusnya mereka menerapkan undang-undang dasar 1945 yang
mana isinya sudah sesuai dengan keadaan dan kondisi dari negara ini. seiring
dengan adanya perkembangan zaman ini, dibutuhkan generasi-generasi bangsa yang
mampu bersaing dikancah internasional. Jika bangsa ini masih banyak yang
kesulitan dalam memperoleh pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Arif Purnomo. 2007.Sejarah Ideologi.
Semarang: Jurusan Sejarah FISUniversitas Negeri Semarang
Soyomukti, nurani, Pendidikan perseptif globalisasi, cetakan
1. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008
M.Rifa`i politik pendidikan nasional , cetakan 1,
Jogjakarta: Ar-Ruzzmedia 2011
Imam machali,dkk. Pengelolaan pendidikankonsep,prinsip, dan
aplikasi dalam mengelola sekolah dan madrasah, cetakan I,.Jogjakart: kaukaba
2012
http://organisasi.org/sistem_tata_ekonomi_kapitalisme_sosialisme_dan_komunisme_definisi_pengertian_arti_penjelasan_sejarah_teori_ilmu_ekonomi diunduh tanggal 11 desember 2012
http://www.isomwebs.com/2012/makalah-kapitalisme/
diunduh tanggal 15 januari 2013
http://www.gusbud.web.id/2010/01/dampak-globalisasi-ekonomi-dan-pengaruh.html
diunduh tanggal 16 januari 2013
http://www.gusbud.web.id/2010/01/dampak-globalisasi-ekonomi-dan-pengaruh.html
diunduh tanggal 16 januari 2013
http://www.isomwebs.com/2012/makalah-kapitalisme/
diunduh tanggal 16 januari 2013
http://momobungahitam.blogspot.com/2012/05/kapitalisme-pendidikan.html
diunduh tanggal 16 januari 2013
http://muhammadzacky.com/dampak-negatif-sistem-kapitalisme.php, diunduh tanggal 31 oktober 2012
http://sumber-mu.blogspot.com/2012/07/dampak-dari-kapitalisme-terhadap-sistem.html
diunduh tanggal 31 oktober 2012
republika.co.id,15/4/2012 diunduh tanggal 31 oktober 2012
[1] Imam
machali,dkk. Pengelolaan pendidikankonsep,prinsip, dan aplikasi dalam
mengelola sekolah dan madrasah, cetakan I,.Jogjakart: kaukaba 2012 hak.32
[3] http://blog.umy.ac.id/keysa/2012/01/16/ideologi-kapitalisme/
diunduh 11 demsember 2012
[6] http://www.isomwebs.com/2012/makalah-kapitalisme/
diunduh tanggal 15 januari 2013
[7] Soyomukti,
nurani, Pendidikan perseptif globalisasi, cetakan 1. Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media, 2008 hal 3
[8] http://www.scribd.com/doc/77644293/Koreksi-Terhadap-Sistem-Pendidikan diunduh
tanggal 5 november 2012
[9] Soyomukti,
nurani, Pendidikan perseptif globalisasi, cetakan 1. Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media, 2008 hal. 129
[10] http://www.isomwebs.com/2012/makalah-kapitalisme/
diunduh tanggal 16 januari 2013
[11] http://www.gusbud.web.id/2010/01/dampak-globalisasi-ekonomi-dan-pengaruh.html
diunduh tanggal 16 januari 2013
[12]http://sumber-mu.blogspot.com/2012/07/dampak-dari-kapitalisme-terhadap-sistem.html
diunduh tanggal 31 oktober 2012
[13] http://momobungahitam.blogspot.com/2012/05/kapitalisme-pendidikan.html
diunduh tanggal 16 januari 2013
[14] Soyomukti,
nurani, Pendidikan perseptif globalisasi, cetakan 1. Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media, 2008 hal. 27
[15]
Neoliberalisme pasar memandang subjek peserta didik sebagai modal manusia
(human capital), disiapkan sebagai calon pekerja yang harus dibekali
keterampilan sebagaimana yang dibutuhkan dunia kerja, Darmaningtyas,dkk,Tirani
kapital dalam pendidikan, penerbit, pustaka yashiba dan damar press,
Yogyakarta,2009, hal.34s
Tidak ada komentar:
Posting Komentar