Sabtu, 19 Januari 2013

PERSENTUHAN ANTARA PENDIDIKANNASIONAL DENGAN KEPENTINGAN KAPITALISME





PERSENTUHAN ANTARA PENDIDIKANNASIONAL DENGAN KEPENTINGAN KAPITALISME

Revisi Mata kuliah Politik Pendidikan di Indonesia
Dosen Pengampu Dr. Sembodo Ardi Widodo M.Ag
Disusun Oleh: Qiyadah Robbaniyah  (1220411206)
 

PERSENTUHAN ANTARA PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN KEPENTINGAN KAPITALISME



PROGRAM PASCASARJANA PRODI PENDIDIKAN ISLAM
KONSENTRASI MANAJEMEN DAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN ISLAM
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2013

PENDAHULUAN
Problematika mendasar dari bangsa Indonesia ini sebetulnya tidak terlepas dari beberapa masalah seperti pendidikan, kemiskinan, kesejahteraan dan pekerjaan. Dan semua permasalahan tertsebut pada akhirnya bermuara pada satu poros yaitu ekonomi. Hal tersebut tidak terlepas dari tingkat kepentingan keempat permasalahan tersebut dalam kehidupan manusia, bahkan tak ayal hal yang mendasar itu dijadikan sebuah landasan teori bagi para politikus dalam mencapai tujuannya dalam berpolitik dengan mengobral janji terkait dengan solving dari permasalahan yang mendasar itu. Pendidikan salah satu pondasi terbentuknya idiologi bangsa seharusnya bisa dijadikan penawar dari problematika yang ada
Tujuan pendidikan nasional dalam UU SISDIKNAS, sebenarnya tidak ada yang salah. Namun pada implementasinya tidak dapat disangkal bahwa masih jauh dari tujuan pendidikan nasional. Hal ini perlu dilihat hambatan yang menjadi penghambat penyelenggaraan pendidikan disatuan pendidikan, sehingga pendekatan penyelesaiannya dapat terarah dan strategis dalam penyelesain masalah dalam pendidikan.
Salah satu tantangan dari pendidikan nasional adalah bertemunya berbagai macam kepentingan dari berbagai pihak salah satunya adalah kepentinga kapitalisme.
Dalam makalah ini penulis mengaitkan antara pendidikan nasional yang telah di tuangkan dalam UUD dengan kepentingan kapitalisme yang telah menyebar dewasa ini.


PEMBAHASAN
 PENDIDIKAN NASIONAL
Makna pendidikan secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaannya. Dengan demikian, bagaimanapun sederhananya peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau berlangsung suatu proses pendidikan. Karena itulah sering dinyatakan pendidikan telah ada sepanjang peradaban umat manusia. Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha manusia melestarikan hidupnya.
Dalam salah satu alinea Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional pasal 3 Bab II mengenai Dasar, fungsi dan tujuan Pendidikan disebutkan jika pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab[1].
Selaras dengan apa yang pernah disampaikan oleh Dra. Endang Lestari, M.Pd seorang pengamat pendidikan nasional, bahwa pendidikan adalah tentang sebuah proses untuk menciptakan manusia yang berkarakter, unggul dan memiliki dimensi moral dan akhlak yang kuat atau long life education. Mengenai cita-cita pun telah dipertegas secara fundamental oleh alinea Pembukaan UUD 1945 pada upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Dilihat dari segi fungsi dan kedudukan pendidikan sebagai sumber pembentukan sumber daya manusia yang unggul.
Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian proses pengubahan dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perluasan, dan cara mendidik. Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.
Lembaga-lembaga resmi yang mengelola dan bertangung jawab atas politik pendidikan nasional dari atas sampai bawah adalah eksekutif (presiden); legislatif (parlemen, kementrian, atau departemen pendidikan pusat); pengatur tingkat pusat(provinsi dan kabupaten); pengatur tingkat daerah(kecamatan dan desa); pengatur wilayah paling kecila(kepala sekolah, guru, sekolah, dan pelaksana pendidikan)
            Sementara, produk hukum atau undang-undang yang mengelola dan mengatur jalannya politik pendidikan adalah UUD 45, UU Sisdiknas 2003, UU Otonomi Daerah dan Perda, Kepres, Inpres, Peraturan Pemerintah, Permen, Kepmen.
            Bentuk pelaksanaan dasar dari tujuan diadakanya pendidikan nasional juga bisa kita lihat melihat bagaiama pemerintah membuat jenis dan jenjangnya, dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi, dari pendidikan formal, non-formal, informal, pendidikan kediknasan, maupun sekolah luar biasa atau pendidikan terbuka. Pemerintah juga membuat kurikulum nasional, pemerataan, dan peningkatan kualitas pendidikan melalui kebijakan UAN dan program wajib belajar 9 tahun, meningkatkan partisipasi masyarakat, mengatur pembentukan dewan pendidikan, dan komite sekolah. Pemerintah juga mengadakan desentraslisasi pendidikan, otonomi pendidikan tinggi, dan mengupayakan pendidikan nasional 20% dari APBN dan APBD.
            Ketika dasar, tujuan, dan pelaksanaan diadakannya pendidikan nasional sudah terumuskan, di dalam pelaksanaanya tentu akan ditemui aral atau hambatan. Hambatan tersebut penulis bagi menjadi dua yaitu: hambatan eksternal dan internal. hambatan eksternal adalah kondisi-kondisi yang meliputi dan memberikan pengaruh atas kondisi pendidikan nasional, sementara hambatan internal adalah kondisi nyata pendidikan yang menjadi sumber permasalahan atau yang menjadi masalah pendidikan dari dalam[2].
           
DASAR SISTEM KAPITALISME
Sebelum membahas tentang Kapitalisme, sebelumnya akan menjelaskan dulu tentang individualisme. karena keduanya memiliki ciri yang sama.yaitu tentang kepemilikan pribadi.karena secara historis perkembangan kapitalisme merupakan bagian dari gerakan individualisme. Individualisme adalah Perorangan yang memiliki kedudukan utama dan kepentingan merupakan urusan yang tertinggi, Kapital berasal dari kata Latin caput yang berarti “kepala”,kehidupan,kesejahteraan. Kapitalisme merupakan sebuah paham ekonomi yang bertujuan untuk mendapatkan sebesar-besarnya keuntungan dan modal (kapital).
 Kapitalisme dapat pula diartikan sebagai susunan ekonomi yang berpusat pada keuntungan perseorangan. Pada paham kapitalisme uang atau modal memegang peran penting dalam pelaksanaan politik atau kebijakan kapitalisme. Menurut Istilah Kapitalisme adalah system perekonomian yang alat produksinya dan distribusi dimiliki secara pribadi dan dijalankan untuk memperoleh keuntungan, dengan ciri persaingan dalam pasar bebas. Ebenstein (1994) menyebut kapitalisme sebagai sistem sosial yang menyeluruh, lebih dari sekedar sistem perekonomian. Ia mengaitkan perkembangan kapitalisme sebagai bagian dari gerakan individualism. Max Weber mendefinisikan kapitalisme sebagai ”hadirnya pembagian industry bagi kebutuhan-kebutuhan kelompok manusia dimanapun yang dilaksanakan dengan metode perusahaan”dan Weber menggunakan semangat kapitalisme untuk menggambarkan sikap mental untuk mencari keuntungan secara rasional dan sistematis[3]
Dalam definisi ini kapitalisme memiliki definisi yang konstruktif-humanis karena setiap orang pasti memiliki keinginan dasar untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dalam hidup sehari-hari. Kapitalisme dapat dipahami sebagai suatu ideologi yang mengagungkan kapital milik perorangan atau milik sekelompok kecil masyarakat sebagai alat penggerak kesejahteraan manusia. Kepemilikan kapital perorangan atau kepemilikan capital oleh sekelompok kecil masyarakat adalah dewa di atas segala dewa, artinya semua yang ada di dunia ini harus dijadikan kapital perorangan atau kelompok kecil orang untuk memperoleh keuntungan melalui sistem kerja upahan, di mana kaum perkerja (buruh) sebagai produsen ditindas, diperas dan dihisap oleh kaum kapitalis[4]
Kapitalisme adalah sistem perekonomian yang memberikan kebebasan secara penuh kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan perekonomian seperti memproduksi barang, menjual barang, menyalurkan barang dan lain sebagainya. Dalam sistem ini pemerintah bisa turut ambil bagian untuk memastikan kelancaran dan keberlangsungan kegiatan perekonomian yang berjalan, tetapi bisa juga pemerintah tidak ikut campur dalam ekonomi.
Dalam perekonomian kapitalis setiap warga dapat mengatur nasibnya sendiri sesuai dengan kemampuannya. Semua orang bebas bersaing dalam bisnis untuk memperoleh laba sebesar-besarnya. Semua orang bebas malakukan kompetisi untuk memenangkan persaingan bebas dengan berbagai cara. [5]
            Maka kapitalisme sebagai ideology merupakan pemikiran yang mendasar yang melahirkan konsep kehidupan. Pemikiran mendasar pada kapitalisme adalah menjadikan sekulerisme sebagai asas kehidupan, materi sebagai tujuan kehidupan, serta manfaat sebagai ukuran kehidupan (standar benar dan salah).
                                   
PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN SISTEM  KAPITALISME
            Kapitalisme kini telah menyentuh wilayah pendidikan nasional. Munculnya dikotomi Sekolah Berstandar Internasiaonal (SBI) dan sekolah biasa merupakan pengejawantahan semangat kapitalis dalam dunia pendidikan. Tidak dipungkiri, akan muncul kelas-kelas sosial sebagai bias ‘penerapan’ ide kapitalis dalam dunia pendidikan. Kelas sosial karena system pendidikan yang berbasis modal dan menyampingkan kecerdasan.
            Contoh sederhana, jika dikota anda ada sekolah ber-SBI atau minimal masih Rintisan Standar Internasiona (RSBI) yang bersebelahan dengan sekolah biasa, anda pasti menyaksikan fenomena memprihatinkan. Betapa kesenjangan sosial kelihatan sangat nyata dan menjadi pemandangan lumrah. Halaman parkir sekolah ber-SBI dipastikan penuh dengan mobil dan seluruh siswa masuk sekolah menenteng laptop. Sebaliknya di sekolah biasa, para siswa diantar dengan sepeda motor, naik angkutan kota, bahkan jalan kaki. Jarang sekali yang menenteng laptop atau membawa ponsel pun seharga ratusan ribu. Kesenjangan kenyataan ini merupakan pengejawantahan gagasan kapitalisme dalam dunia pendidikan.
            Perbedaan menyolok performance siswa dan pengajar antara sekolah berstandar internasional dan sekolah biasa mengindikasikan munculnya kelas sosial dalam masyarakat pendidikan. Sebuah kelas sosial sebagai akibat system pendidikan yang berbasis modal dan meletakkan kemampuan atau kecerdasan adalah efek dari kekuatan modal.
            Dalam system pendidikan nasional, kecerdasan bisa dicapai apabila ditunjang  lengkap (berteknologi tinggi). Dengan teknologi yang memadai, maka proses belajar akan berlangsung dengan baik. Logika seperti inilah yang menjadi landasan kegiatan belajat mengajar dalam system pendidikan kita. Lantas bagaimana dengan siswa yang tidak mamapu ‘membeli’ segala fasilitas mahal tersebut.
            Semestinya konsep SBI dan Non SBI ditinjau ulang. Sesuai amanat UUD 1945 bahwa setiap warga Negara berhak mendapat pengajaran. Pemerataan pendidikan harus dirasakan oleh seluru masyarakat Indonesia. Kenyataanya dalam sisitem pendidikan kita mereka yang memiliki modal akan menikmati fasilitas pendidikan yang mewah. Sedangkan yang kurang beruntung hanya bisa menikmati sekolah biasa dengan fasilitas seperti seadanya[6].
            Ketika budaya membentuk watak manusia yang justru mengarah pada kontradiksi kebudayaan, maka pendidikan harus menempatkan dirinya sebagai kekuatan counter-hegemony semakin terhadap dominasi.Pendidikan adalah ajang pertarungan ideologis dimana tujuan pendidikan saat ini berbenturan dengan kepentingan yang lain. Lembaga pendidikan adalah wilayah di mana kesadaran diperebutkan oleh kepentingan berbagai pihak [7]
            Maka pendidikan yang dibangun oleh ideology ini tidak terlepas dari konsep-konsep dasar tersebut. Dalam pendidikan kapitalisme, sekulerisme dijadikan sebagai asas dalam pembentukan kurikulum. Peran agama telah tereduksi, hanya diperkenankan pada wilayah privat dan tidak ada ruang bagi wilayah publik. Pada wilayah publik, ukuran (nilai) benar dan salah ditentukan oleh manusia berdasarkan manfaat menurut pandangan manusia. Materi dijadikan sebagai tujuan kehidupan dan standar kemuliaan/ketinggian derajat seseorang.
            Peserta didik dididik dan ditanamkan dengan konsep-konsep ini di dalam kehidupannya, mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Sehingga secara tidak sadar, bagi masyarakat yang tidak memiliki filter ideology, sekulerisme-materialisme telah menjadi pola pikir dan sikap individu-individu masyarakat. Ilmu pengetahuan dan kemampuan/keahlian yang diperoleh di institusi pendidikan, kelak harus berimplikasi terhadap perolehan materi semata (menghasilkan keuntungan materi).
             Cara pandang inilah yang pada akhirnya membuat generasi yang dididik oleh pendidikan kapitalisme menjadi generasi yang pragmatis. Pola pikir mereka pada akhirnya terbiasa menjadikan manfaat sebagai standar, berpikir instans (tidak mau berpikir yang rumit), dan melakukan kompromi antara idealisme dengan realitas. Hal ini memang tidak terlepas dari pemahaman kapitalis yang ada pada masyarakat saat ini. Cita-cita luhur pendidikan yang begitu luhur, saat ini telah terabaikan oleh masyarakat. Keinginan untuk melahirkan individu yang memiliki kematangan kepribadian dan kemandirian, kecerdasan intelektua serta memiliki keterampilan, tereduksi sedemikian rendahnya. Pendidikan pada akhirnya dilihat oleh masyarakat dari cara pandang materialisme dan kapitalisme. Indikator yang dapat terbaca pada masyarakat adalah motivasi masyarakat untuk mengikuti pendidikan. Motivasi tersebut tereduksi pada motif untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dengan orientasi penghasilan, bukan lagi berorientasi pengetahuan, kecerdasan dan kesadaran. Saat ini orang masuk sekolah karena ingin dapat pekerjaan yang menghasilkan materi
Paradigma awal
 



 Paradigma Pendidikan pada Masyarakat Kapitalis


 



            Akibatnya sekolah adalah tempat untuk mendapatkan ijazah, karena ijazah adalah syarat utama untuk mendapatkan pekerjaan. Hal ini berimplikasi pada sikap dan prilaku, baik masyarakat maupun peserta didik yang rela melakukan apa saja demi mendapatkan ijazah. Tradisi menyontek, plagiat,menyuap, membayar ijazah, membayar skripsi, dan lain-lain, lahir dari paradigma materialisme ini. Awalnya sekolah adalah tempat menuntut ilmu, tetapi sekarang sekolah adalah tempat mendapat ijazah.
            Cara pandang ini juga berpengaruh pada pemilihan masyarakat terhadap jurusan-jurusan (program) studi yang diminati atau yang dipilih. Program studi yang dianggap berhubungan dengan dunia industrilah yang banyak dipilih, seperti teknik, kedokteran, komputer, dan lain-lain. Sementara program-program studi ilmu humainora menjadi jarang untuk dipilih. Untuk tingkat SMU, jurusan IPA menjadi kebanggan seolah-olah merupakan jaminan masa depan.
             Oleh karena itu, pada masyarakat kapitalis saat ini, kita akan kesulitan untuk menemukan output pendidikan yang benar-benar memiliki kesadaran atas arti pentingnya pengetahuan yang memiliki kesadaran kritis atas realitas, yang memiliki kepekaan Humanity dan rasa solidaritas yang tinggi. Yang ada adalah output yang memiliki sikap individual yang tinggi, tidak matang dalam pengetahuan dan tidak memahami makna hidup. Dan yang lebih parahnya lagi, arah kehidupan tidak lagi disandarkan pada kebenaran, melainkan disandarkan kepada perolehan materi (manfaat) individu. Semua ini terjadi tentu tidak terlepas dari kebijakan politik dan ekonomi yang diterapkan oleh bangsa tersebut[8].
Budaya pasar bebas telah melahirkan paham mengejar kesenangan hidup (hedonimes), dan memunculkan (baca: menyemarakkan) aktivitas-aktivitas dikalangan mahasiswa yang menjauhi kegiatan ilmiah-akademik.[9] Mahasiswa hanya dicetak untuk membeli, dan tidak untuk berproduksi terutama dalam hal makna berpikir dan berkreasi untuk menyelesaikan masalah masyarakat.
Menurut Mujiyanto (2010), Ada beberapa dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya kapitalisme pendidikan ini. Kebanyakan dampak yang ditimbulkan adalah dampak negatif yaitu sebagai berikut:
1.      Masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial-ekonomi.
Hal ini terjadi karena pendidikan yang berkualitas hanya bisa dinikmati oleh sekelompok masyarakat dengan pendapatan menengah ke atas. Untuk masyarakat dengan pendapatan menengah ke bawah kurang bisa mengakses pendidikan tersebut. 
2.      Indonesia juga akan tetap berada dalam kapitalisme global.
Indonesia akan tetap berada dalam sistem kapitalis global pada berbagai sektor kehidupan terutama dalam sistem perekonomiannya. Hal ini sudah terbukti, bahwa kapitalisme tidak hanya berlaku pada sistem perekonomian, namun dalam sistem pendidikan pun saat ini sudah terpengaruh oleh kapitalisme
3.      Dalam sistem kapitalis, negara hanya sebagi regulator/ fasilitator
Pada sistem kapitalis ini, peran negara hanya sebagai regulator/ fasilitator. Yang berperan aktif dalam sistem pendidikan adalah pihak swasta, sehingga muncul otonomi-otonomi kampus atau sekolah yang intinya semakin membuat negara tidak ikut campur tangan terhadap sekolah pendidikan. Hal tersebut berakibat  bahwa sekolah harus kreatif dalam mencari dana bila ingin tetap bertahan. Mulai dari membuka bisnis hingga menaikan biaya pendidikan, sehingga pendidikan memang benar-benar dikomersilkan dan sulit dijangkau masyarakat yang kurang mampu.
4.      Pendidikan hanya bisa diakses golongan menengah ke atas.
Biaya pendidikan yang semakin mahal mengakibatkan pendidikan hanya diperuntukan bagi masyarakat yang mampu sedangkan bagi warga yang kurang mampu merasa kesulitan dalam memperoleh pendidikan.
5.      Praktik KKN semakin merajalela.
Biaya pendidikan yang semakin mahal membuat para orangtua yang memiliki penghasilan tinggi akan memasukan anaknya dengan memberikan sumbangan uang pendidikan dengan jumlah yang sangat besar meskipun kecerdasan dari peserta didik tersebut sangatlah kurang. Sehingga nantinya, uang akan dijadikan patokan lolos atau tidaknya calon siswa baru diterima di sebuah lembaga pendidikan.
6.      Kapitalisme pendidikan bertentangan dengan tradisi manusia.
Sistem kapitalis ini bertentangan dalam hal visi pendidikan yang seharusnya startegi untuk eksistensi manusia juga untuk menciptakan keadilan sosial, wahana untuk memanusiakan manusia serta wahana untuk pembebasan manusia, diganti oleh suatu visi yang meletakkan pendidikan sebagai komoditi.
Segi Positif Kapitalisme
Kebaikan system kapitalis bagi Indonesia adalah memungkinkan Indonesia untuk mendapatkan suntikan dana investasi dari Negara kapitalis. Investasi ini sangat menguntungkan karena kita secara financial tidak dirugikan oleh investasi para kapitalis ini, jadi mereka memberikan uang (investasi) untuk dikelola oleh kita. Kalo ternyata kita bisa menggunakan uang tersebut dengan baik dan memperoleh laba, kita bagi-bagi uang labanya dengan si kapitalis tersebut (bagi hasil).
Kalau ternyata kita merugi, artinya uang investasi habis tapi tidak mendapatkan laba, maka si kapitalis akan menarik uangnya yang tersisa. Jadi sebenernya dengan adanya kapitalis itu menanamkan investasi di Indonesia, kita punya kesempatan gratis untuk membangun bisnis tanpa resiko[10].
Dan juga bagi pemilik modal atau yang memiliki kompetensi untuk bersaing. Akan memberikan ruang dan pasar serta peluang usaha semakin luas  dengan konsep bordeless maka kesempatan mengembangkan usaha akan semakin terbuka lebar, dengan catatan ini hanya berlaku bagi mereka yang memiliki kompetensi[11]
Dari dampak-dampak yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa dampak akibat penerapan kapitalisme dalam sistem pendidikan di Indonesia menyebabkan pemerataan pendidikan kurang merata, karena masih banyak warga yang belum bisa mengakses dan mendapatkan pendidikan. Hal tersebut dikarenakan semakin mahalnya biaya pendidikan yang tidak dapat dijangkau oleh sebagian kalangan masyarakat[12]
.
ISU  KAPITALISME DALAM PENDIDIKAN NASIONAL
Penyelenggaraan pendidikan tidak terlepas dari kebijakan politik dan ekonomi suatu bangsa. Dan kondisinya, kebijakan politik dan ekonomi saat ini dibangun berdasarkan pada konsep kapitalisme. Di dalam kebijakan ekonomi kapitalis yang terkait dengan pendidikan, bahwasanya pendidikan adalah sebuah jasa yang memiliki nilai guna (manfaat). Hal ini karena pendidikan adalah jasa yang dibutuhkan oleh manusia. Selain memiliki nilai guna, jasa pendidikan juga memiliki nilai tukar. Sehingga seseorang yang bisa memberikan jasa pendidikan berupa ilmu pengetahuan atau keterlampilan dapat ditukar dengan upah(kompensasi) berupa materi. Dengan kata lain, kapitalisme memang telah memandang pendidikan sebagai suatu komoditas ekonomi. Oleh karena pendidikan sebagai komoditas ekonomi, dan ekonomi di dalam kapitalis menuntut adanya kebebasan, maka Negara tidak boleh campur tangan terhadap pelaksanaan pendidikan. Biarkan pasar yang berperan sepenuhnya sehingga sektor jasa pendidikan ini nantinya dapat berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi. Bahkan yang lebih parahnya lagi, pasar akan menjadikan sektor pendidikan sebagai pabrik untuk menghasilkan tenaga kerja yang murah. Dengan kata lain, pendidikan diarahkan oleh para kapital dengan tujuan semata-mata untuk kepentinganekonomi (keuntungan) mereka. Hal ini terlihat jelas dengan adanya proses industrialisasi terhadap pendidikan. Proses industrialisasi pendidikan dapat dilihat/dipahami dalam dua pengertian, yaitu: (1). Pendidikan dijadikan layaknya industri yang menghasilkan uang dan keuntungan yang berlipat-lipat (2). Sistem pendidikan yang diformat sedemikan rupa (oleh skenario kapitalisme) untuk menyiapkan peserta didik agar mampu beradaptasi dengan dunia industri-kapitalis.
Dalam sejarahnya, pendidikan di Indonesia merupakan dampak dari diberlakukannya politik etis(1890) dengan konsepnya Trilogi Van De Venter (irigasi, edukasi, dan emigrasi). Tujuannya adalah menciptakan pekerja-pekerja murah yang siap dipekerjakan di pabrik-pabrik Pemerintah Kolonial Hindia Belanda dan melancarkan proses eksploitasinya. Sejak Indonesia merdeka sampai sekarang pemerintahtelah banyak melakukan uji coba kurikulum, dari Orde Lama (1947, 1952, dan 1964), Orde Baru (1968,1975, 1984, dan 1994), dan Reformasi (2004 dan 2006) dan sekarang diduga masih ada antrian sejumlah kurikulum untuk menunjang pendidikannya, seperti kurikulum antikorupsi, kurikulum karakter bangsa, dan kurikulum program pengurangan resiko bencana (PRB). Setiap pergantian presiden atau menteri pendidikan, kurikulum pun ikut diganti dengan asumsi bahwa kurikulum tersebut sudah tidak pas lagi untuk dijalankan. Akan tetapi dengan berubahnya kurikulum, tetap saja tidak mampu mengatasi problem bangsa ini yang semakin mempersempit kehidupan rakyatnya. Karena realitas yang sebenarnya dari gonta-gantinya kurikulum tersebut adalah hanya sebagai alat untuk sampai pada tataran internasionalisasi pendidikan, bukan untuk menghasilkan generasi yang mampu menyelesaikan problem bangsa ini dan menjadikan bangsa ini mandiri. Artinya bangsa ini telah terbawa pada permainan internasional yang berlomba-lombamenjadikan institusi pendidikannya mendapatkan sertifikat ISO (Organisasi Standar Internasional) dan masuk dalam jajaran world class university untuk tingkat perguruan tinggi, atau internasional school untuk tingkat sekolah. Dimana motivasi dari semua itu tidak lain adalah untuk kepentingan kapital, yakni industri jasa pendidikan mereka, dan bukan untuk kepentingan bangsa ini.Catatan politik lainnya, yakni pada masa Soeharto telah dikeluarkan SK tentang NKK/BKK(Normalisasi Kegiatan Kampus/Badan Koordinasi Kampus) pada 19 April 1978 oleh menteri pendidikan Prof. Daoed Joesoef dan Pangkomkamtib Soedomo pada tingkatan perguruan tinggi. Point-point dariNKK/BKK adalah absensi 75%, SKS, KKN, DO, cepat Lulus dan lainnya, seperti yang telah dijalankan sekarang. Hakikat Serangkaian peraturan di atas merupakan upaya dominasi dan hegemoni Negara melalui tangan birokrasi kampus agar mahasiswa berpikir dan bertindak sesuai dengan kerangka yang sudah ditentukan (meredam kritisisme mahasiswa). Di samping itu pembinaan ideologi mahasiswa dilakukan melalui pelajaran pancasila, kewiraan, dan seluruh organisasi kemahasiswaan wajib menerima ideologi pancasila sebagai ideologi satu-satunya.
            Diturunkannya SK tersebut merupakan peredam terhadap tuntutan mahasiswa pasca peristiwa ASPRI, korupsi, pembangunan TMII, MALARI (Malapetaka Lima Belas Januari) pada 1974 dan lain sebagainya. Dari sini kita bisa melihat adanya arahan kebijakan politik terhada ppendidikan untuk mengamankan kepentingan kelompok penguasa atau pemilik kapital.
            Berdasarkan hal di atas, ketika pendidikan berkualitas internasional· tidak tersedia secara gratis karena motivasinya memang untuk keuntungan ekonomi dan pengamanan hegemoni kapitalisme, maka pada level masyarakat yang tidak memiliki kemampuan ekonomi yang cukup, masyarakat akan diarahkan pada institusi pendidikan yang menjanjikan kesempatan kerja untuk menopang kehidupannya, seperti Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), lembaga-lembaga kursus, dan jurusan-jurusan praktis di perguruan tinggi swastayang orientasinya keterampilan. Padahal inilah yang diharapkan oleh pihak asing, agar keinginannya berjalan mulus tanpa ada yang menghambat. Di satu sisi, mereka telah mendapatkan mahasiswa dengan daya kekritisan yang telah tumpul akibat berbagai kekangan dan regulasi yang sangat mengikatnya sehingga mereka bisa menguatkan cengkraman imperialismenya. Pada sisi yang lain, mereka juga akan mendapatkan pasar tenaga kerja yang murah. Hasilnya, proses hegemoni negara-negara maju untuk menguasai sumber daya alam dan sumber daya manusia Indonesia telah terjadi dengan sangat halus.

SOLUSI ALTERNATIF DARI KAPITALISME PENDIDIKAN NASIONAL

Dari dampak-dampak tersebut ada beberapa solusi yang bisa diterapkan, guna untuk mengurangi terjadinya penerapan kapitalisme pendidikan. Secara garis besar ada dua solusi yang bisa diberikan yaitu:
1.        Solusi sistemik
Yaitu solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui bahwa sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalis yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.
Maka untuk solusi-solusi masalah yang ada khususnya yang ada hubungannya dengan  mahalnya biaya pendidikan, berarti yang harus dirubah adalah sistem ekonominya. Karena kurang efektif jika kita menerapkan sistem pendidikan islam dalam keadaan sistem ekonomi kapitalis saat ini. Maka sistem kapitalisme saat ini wajib dihentikan dan diganti dengan sistem ekonomi islam yang menyebutkan bahwa pemerintahlah yang akan menanggung segala pembiayaan negara. Seperti yang tercantum pada Undang-undang dasar 1945 pasal 31 ayat 2 yang berbunyi “setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”, begitu juga dengan Undang-undang nomor 20 tentang Undang-undang sistem pendidikan nasional (USPN) pasal 46 yang menyatakan bahwa “pendanaan pendidikan menjadi tanggungjawab bersama pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat”. Hal ini berarti bahwa sumber pendanaan atau biaya pendidikan bukan hannya dibebankan kepada orangtua saja, namun juga menjadi tanggungjawab pemerintah. Sehingga yang diharapkan dari sini adalah bahwa pemerintah tidak hanya sekedar membuat peraturan ataupun perundang-undangan, namun pemerintah juga harus bisa merealisasikan dan mewujudkan hal tersebut.
2.    Solusi teknis
Yaitu solusi untuk menyelesaikan berbagai permasalahan internal dalam penyelenggaraan sistem pendidikan. Bahwa secara tegas, pemerintah harus mempunyai komitmen untuk mengalokasikan dana pendidikan nasional dalam jumlah yang memadai yang diperoleh dari hasil-hasil eksploitasi sumber daya alam yang melimpah. Dengan adanya ketersediaan dana tersebut, maka pemerintahakan dapat menyelesaikan permasalahan pendidikan dengan memberikan pendidikan gratis kepada seluruh masyarakat pada usia sekolah dan yang belum sekolah baik untuk tingkat pendidikan dasar (SD-SMP) maupun pendidikan menengah (SMA)[13].



KESIMPULAN
Pendidikan adalah suatu cara untuk menciptakan kualitas manusia. Manusia yang berkualitas adalah manusia yang dapat mengunakan potensi fisik dan non-fisiknya untuk melihat dan merespon lingkungan sosialnya. Semakin banyak manusia yang berkualitas, dalam makna dapat melihat persoalan yang objektif dan itu kemudian dijadikan landasan utama untuk mengatasi persoalan, semakin dapat dipastikan bahwa masyarakat tersebut berjalan secara beradab.
            Perseptif seperti ini menjelaskan bahwa antara modal manusia ( human capital) dan modal material sama dampaknya terhadapa pertembuhan ekonomi. Berbeda dengan perspektif kapitalis dalam memandang hubungan antara kemajuan pendidikan dengan pertembuhan ekonomi--dan bukan pemerataan, pespektif kapitalistik akan mengarahkan pendidikan untuk menciptakan mesin-mesin pertumbuhan. Padahal yang dibutuhkan sebenarnya adalah keberadaan manusia yang dapat melihat persoalaan seacara komprehensif, objektif, toleran, dedikatif, dan aktif dalam kegiatan keberadaanya.
            Akan tetapi, di bawah dominasi neo-liberalisme, upaya penciptaan kesadaraan masyarakat lebih didorong pada suatu hal yang mengarah pada budaya konsumtivitisme dan bukan kesadaran objektif. Liberalisme lebih diarahkan kepada kebebasan untuk menghambur-hamburkan harta, mendidik generasi berwatak gila belanja(sophaholic) yang identik dengan budaya imitatif, permisif, tidak produktif; dan bukannya menjadi watak gila kerja(workaholic) yang identik dengan watak produktif, kreatif, dan independen.[14]
Maka Tiga kecendrungan utama dalam nalar kapitalistik adalah: pertama; capaian pendidikan diarahkan untuk mempersiapkan kader terdidik untuk dipersiapkan mengisi peran dan fungsi yang sudah disediakan sistem[15]. Maka desain dan hasil produk pendidikan tidak akan jauh dari kepentingan dasar sistem. Kedua; pendidikan diarahkan tak lagi untuk menyiapkan mereka yang kritis terhadap sistem dominan yang berjalan tetapi membentuk mereka-mereka yang taat dan patuh terhadap kehendak kapitalistik. ketiga; capaian yang tak kalah penting adalah menyiapkan kesadaran dan nilai hidup yang simestris dengan kehendak sistem
Dalam rangka kapitalisme, seorang terdidik menjadi dua peran sekaligus yakni sebagai pekerja produksi(tenaga kerja) dan juga sebagai konsumen dalam pasar yang disediakannya
Guna untuk menanggulangi dampak-dampak yang terjadi akibat kapitalisme ini ada dua solusi yang bisa digunakan yaitu solusi sistemik dan solusi teknis. Jika, kedua solusi tersebut bisa dijalankan, maka pendidikan di Indonesia pun juga akan semakin baik. Tidak hanya itu, diharapkan juga ada kerjasama dari berbagai kalangan masyarakat terutama pihak swasta yang menggunakan sistem kapitalis ini. jika negara ini semakin maju dan lebih baik terutama dalam hal pendidikannya, maka seharusnya mereka menerapkan undang-undang dasar 1945 yang mana isinya sudah sesuai dengan keadaan dan kondisi dari negara ini. seiring dengan adanya perkembangan zaman ini, dibutuhkan generasi-generasi bangsa yang mampu bersaing dikancah internasional. Jika bangsa ini masih banyak yang kesulitan dalam memperoleh pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA
Arif Purnomo. 2007.Sejarah Ideologi. Semarang: Jurusan Sejarah FISUniversitas Negeri Semarang
Soyomukti, nurani, Pendidikan perseptif globalisasi, cetakan 1. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008
M.Rifa`i politik pendidikan nasional , cetakan 1, Jogjakarta: Ar-Ruzzmedia 2011
Imam machali,dkk. Pengelolaan pendidikankonsep,prinsip, dan aplikasi dalam mengelola sekolah dan madrasah, cetakan I,.Jogjakart: kaukaba 2012
http://www.isomwebs.com/2012/makalah-kapitalisme/ diunduh tanggal 15 januari 2013
http://www.isomwebs.com/2012/makalah-kapitalisme/ diunduh tanggal 16 januari 2013
http://sumber-mu.blogspot.com/2012/07/dampak-dari-kapitalisme-terhadap-sistem.html diunduh tanggal 31 oktober 2012
republika.co.id,15/4/2012 diunduh tanggal 31 oktober 2012





[1] Imam machali,dkk. Pengelolaan pendidikankonsep,prinsip, dan aplikasi dalam mengelola sekolah dan madrasah, cetakan I,.Jogjakart: kaukaba 2012 hak.32

[2] M.Rifa`i politik pendidikan nasional , cetakan 1, Jogjakarta: Ar-Ruzzmedia 2011 hal. 52-54
[4] Arif Purnomo. 2007.Sejarah Ideologi. Semarang: Jurusan Sejarah FISUniversitas Negeri Semarang
[7] Soyomukti, nurani, Pendidikan perseptif globalisasi, cetakan 1. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008  hal 3
[9] Soyomukti, nurani, Pendidikan perseptif globalisasi, cetakan 1. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008 hal. 129
[12]http://sumber-mu.blogspot.com/2012/07/dampak-dari-kapitalisme-terhadap-sistem.html diunduh tanggal 31 oktober 2012
[14] Soyomukti, nurani, Pendidikan perseptif globalisasi, cetakan 1. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008 hal. 27
[15] Neoliberalisme pasar memandang subjek peserta didik sebagai modal manusia (human capital), disiapkan sebagai calon pekerja yang harus dibekali keterampilan sebagaimana yang dibutuhkan dunia kerja, Darmaningtyas,dkk,Tirani kapital dalam pendidikan, penerbit, pustaka yashiba dan damar press, Yogyakarta,2009, hal.34s

Tidak ada komentar:

Posting Komentar